Tampilkan postingan dengan label kisah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kisah. Tampilkan semua postingan
(Mirror) “Angie, Jangan Lupa Bawa Pil Anti Hamil Ya…”
13end | Sabtu, April 28, 2012 |
kisah
Ill. Google
By. Julianto Simanjuntak***
By. Julianto Simanjuntak***
Saat itu putri bungsu Mike, siswi 2 SMA, melintasi ruang tamu dan berpamitan dengan Papanya:
“Pa, Angie pergi berkemah dengan teman-teman ya, Daaaa…”
Dengan santai si Ayah merespon Angie: “Oh oke sayang, jangan lupa bawa Pil Anti Hamil ya, Take Care……!!!”
Angie menjawab: “Beress Pa…!”
“Haaa….????” (otak Brata melayang)
Brata pun shock mendengarkan percakapan itu yang tidak lazim dinegerinya.
Brata bertanya,
“Pak Mike, maaf saya tidak mengerti…Apa maksudnya Anda meminta Putri Anda membawa Pil anti hamil?”
Mike menjawab,
” Yahhh Brata, di negri kami hubungan seks pranikah sering terjadi. Anak-anak SMA sudah umum melakukannya. Kita orangtua was-was, dan minta mereka untuk selalu berjaga-jaga…mana tahu sampai terjadi hubungan dengan pacar mereka. Yang penting mereka tidak hamil selama sekolah”
Brata bengong dan sulit percaya. Kembali bertanya pada dosen yg mengajar etika.
“Tapi Pak Mike tapi….bukankah anda mengajarkan kami soal etika, pentingnya menjaga keluarga, anak-anak dan hidup kudus dsb… Mengapa Bapak sangat permisif pada anak sendiri?”
Mike terdiam, cukup lama. Sambil menarik nafas panjang menjawab pertanyaan mahasiswanya ini:
“Brata, sering kali bahan kuliah dan teks book itu sesuatu yang ideal. Saya memang harus mengajarkan di kelas. Tapi dalam realita hidup tidak semua bisa kita lakukan. Apalagi dalam jaman ini. Saya hanya bisa memaklumi anak kami. Saya pun tidak berdaya. Anak muda jaman ini tidak cukup teori. Keteladanan telah sirna dari negri kami. Jadi, saya hanya mencegah jangan hal lebih buruk menimpa putri kami.”
Brata semakin heran
“Lalu bapak setuju putri Bapak melakukannya?”
“Ohh tidak! Saya hanya bisa memakluminya, tidak pernah menyetujuinya. Saya tahu itu salah. Sejak putri sulung kami, Kakaknya Angie, hamil saat seusia Angie sekarang, dan diam-diam menggugurkan kandungannya hingga dia depresi. Kami trauma. Berbulan lamanya saya dan Mamanya tidak tidur. …..Saya merasa gagal mendidik putri sendiri. Saya memang dosen yang hebat, dicintai mahasiswa, tapi saya tidak berhasil membimbing anak sendiri. Saya terlalu sibuk dengan karir dan tidak sadar bahwa lingkungan makin tidak kondusif buat anak-anak…masyarakat kami makin sekuler. Brata, Inilah MIMPI BURUK yang menghantui orangtua di negri kami. Kapan saja kita bisa dengar putri kita hamil, menggugurkan atau terinfeksi penyakit menular. Itulah ketakutan kami utama. Saya tidak takut HANTU, atau SETAN. Kami percaya Roh Tuhan lebih besar daripada roh-roh jahat di dunia ini. Saya takut jika anak kami hamil diluar nikah, menggugurkan kandungan atau terinfeksi Penyakit seksual menular.”
Brata tertegun mendengarkan curhat Dosennya ini. Sambil berempati Brata berkata:
“Saya prihatin pak, terima kasih membagikan pengalaman dan perasaan Pak Mike. Saya tidak tahu harus bilang apa…”
Mike pun menutup percakapannya dengan Brata:
” Ahhh Brata semoga Anda tidak mengalaminya…juga para Ayah lainnya…inilah HOROR sesungguhnya yang menghantui negri kami. Ini pula yang membuat banyak orangtua tidak bisa tidur. Bukan takut pada hantu seperti di negri Anda.”
sumber

Sudah hampir dua jam Ita mondar-mandir mengelilingi kamarnya, gadis ini terlihat sangat gelisah. Berulang kali dia melirik hp kecil yang ada di tempat tidurnya, tapi tak ada satu pun pesan masuk yang tampak di hp itu.
“Kamu kemana, sih? Kok sms ku nggak di balas-balas” gerutu Ita sambil memencet nomer telepon dengan cepat.Sebelum Ita sempat menelpon, sebuah SMS masuk dan di layar ponsel itu tertulis My Prince. Secepat kilat dia membuka SMS itu lalu membacanya dengan tidak sabar. Ternyata orang yang selama ini dia tunggu itu baru saja selesai bertanding dalam turnamen voli. Setelah membalas SMS itu, Ita memejamkan matanya untuk tidur, karena malam telah larut.
Keesokan harinya…
Seperti biasa, Ita selalu mengirimkan ucapan selamat pagi pada kekasihnya sebelum dia berangkat kuliah. Namun, hatinya kembali tak tenang ketika sang kekasih belum juga membalas SMS-nya hingga sore hari. Berkali-kali dia mengirimkan SMS, hingga akhirnya balasan yang ditunggu datang.
-aku udah solat dan makan kok-
Ita langsung membalas SMS itu, tapi setelah beberapa kali SMS-an, dia merasa ada yang aneh dengan pesan dari kekasihnya itu. Hingga akhirnya dia tahu kalau ternyata yang membalas SMS itu bukanlah Ivan pacarnya, tapi temannya. Hal itu membuat Ita sangat marah dan tidak membalas SMS itu lagi. Dia berharap pacarnya akan menghubunginya dan meminta maaf langsung padanya.
Tapi pertengkaran itu malah berlanjut hingga malam hari. Meskipun Ivan telah meminta maaf, tapi Ita masih juga kesal dengan sikap Ivan yang tidak mau membalas SMS-nya. Dan malam itu pun berakhir tanpa ada SMS dari keduanya.
Pertengkaran kedua pasangan itu berakhir dengan kata putus yang dikirimkan lewat SMS oleh Ivan. Hal itu membuat Ita yang sejak awal sudah sedih akhirnya menangis di depan sahabat-sahabatnya. Dia tidak menyangka pacar yang selama ini sangat dicintainya ternyata tega memutuskan hubungan mereka begitu saja. Namun, setelah mendengar alasan Ivan yang sudah merasa tidak nyaman lagi dengan dia, Ita akhirnya menerima keputusan itu dengan hati yang hancur.
Malam harinya, Ita yang masih stres dengan kenyataan yang menyakitkan itu mendadak jatuh sakit. Tubuhnya demam dan kadang dia menggigil. Dia berharap Ivan akan menghubunginya dan bilang kalau mereka tidak jadi putus. Tapi harapan itu, hanya menjadi harapan semata, karena tak satu pun SMS dari Ivan yang masuk ke hp-nya.
* * *
Sudah hampir seminggu Ita sakit, hingga akhirnya dia harus di rawat di rumah sakit. Tapi kondisinya belum juga membaik. Maag yang selama ini di deritanya ternyata sudah sangat parah hingga menimbulkan pendarahan. Dokter pun mengatakan kalau salah satu faktor yang menyebabkan penyakit Ita semakin parah adalah stres yang dialaminya hingga membuat kondisi tubuhnya menurun.
Gati, sahabat Ita yang paling mengerti keadaan Ita hanya bisa menatap iba tubuh sahabatnya yang sekarang terkulai lemah diatas tempat tidur. Wajahnya pucat dan tubuhnya semakin kurus. Gati sangat mengerti perasaan Ita yang merasa sangat kehilangan Ivan kekasihnya. Kadang samar-samar dia mendengar Ita menyebut nama Ivan dalam tidurnya, dan hal itu membuat Gati menangis, tak sanggup melihat penderitaan yang di rasakan oleh sahabatnya itu.
“Ta, gmn keadaan kamu sekarang?” tanya Gati ketika sahabatnya baru saja bangun.
“Alhamdulillah udah mendingan, udahlah nggak usah cemas gitu” jawab Ita, wajahnya terlihat pucat.
“Kamu masih mikirin Ivan, ya?”
“Maksud kamu?”
“Dari kemarin aku dengar kamu memanggil nama Ivan berkali-kali saat kamu lagi tidur. Kamu kepikiran dia lagi?” tanya Gati cemas.
“Iya, aku kangen sama dia. Apa dia menghubungiku?” jawab Ita.
“Setahu aku, sih, belum ada SMS ataupun telepon dari dia. Kenapa?”
“Enggak apa-apa, cuma mau tahu aja dia peduli atau nggak” jawabnya, wajahnya terlihat sedih.
“Apa perlu aku telepon dia untuk kasih tahu keadaan kamu?”
“Enggak usah, aku nggak mau dikasihani sama dia.”
Gati hanya bisa diam mendengar jawaban sahabatnya itu. Rasa kagum dan sedih bercampur di hatinya. Kagum akan ketegaran sahabatnya itu, tapi sedih melihat penderitaan yang harus dialami Ita. Gati tahu di saat sakit seperti itu, pasti Ita ingin Ivan ada bersamanya, dan nggak meninggalkannya seperti ini.
Hampir tiga minggu Ita di rawat di rumah sakit, dan selama itu juga Gati selalu memperhatikan perkembangan kesehatan sahabatnya itu. Setiap kali Ita merasa sakit di tubuhnya ataupun tubuhnya demam, Ita selalu mendengarkan sebuah lagu ciptaan Ivan, mantan kekasihnya. Dan seperti mukjizat, keadaan Ita perlahan membaik setelah mendengar lagu itu.
Gati akhirnya mengerti kerinduan Ita pada Ivan sangatlah besar hingga menyiksa seluruh tubuhnya bukan hanya hatinya.
Hingga suatu hari, tanpa sepengetahuan Ita, Gati menelpon Ivan yang ada di luar kota. Dia menceritakan keadaan Ita pada cowok itu, dan dia juga meminta Ivan untuk datang menemui Ita. Tapi, Ivan masih belum juga mau menemui Ita.
“Aku mohon sama kamu, Ita butuh kamu. Tolong datanglah ke Jakarta dan temui Ita walaupun hanya sebentar” ucap Gati.
“Aku belum bisa menemui dia, lagipula kehadiranku malah bisa membuat dia semakin sakit” jawab Ivan.
“Satu kali saja, tolong temui dia. Mungkin dengan bertemu denganmu dia bisa sembuh. Atau kamu akan menyesal” paksa Gati.
“Apa maksud kamu? Memang penyakitnya itu parah?”
“Datang dan lihatlah sendiri keadaan Ita sekarang. Sebelum kamu menyesal untuk selamanya” ucap Gati sebelum mengakhiri teleponnya.
* * *
Beberapa hari setelah telepon itu, Ivan mengabari Gati kalau dia akan ke Jakarta untuk menemui Ita. Gati yang mendapat kabar menggembirakan itu langsung menemui Ita. Tapi sayangnya Ita sedang tidur saat itu. Gati hanya bisa menunggu, sampai Ivan tiba di Jakarta dua hari lagi.
Hari itu akhirnya tiba juga. Ivan, orang yang selama ini di tunggu kedatangannya oleh Ita dan Gati akhirnya datang. Dia meminta Gati mengantarkannya ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Ivan terdiam melihat keadaan gadis yang ada di kamar rawat itu. Sosok yang selama ini tidak pernah di jumpainya, kini dilihatnya dengan kondisi yang memprihatinkan. Selang infus terpasang di tangannya, matanya terpejam, tapi di kedua telinganya terpasang headset agar Ita bisa selalu mendengarkan lagu musik yang bisa menenangkan.
“Dia hanya sedang tidur. Tunggu saja, sebentar lagi juga dia bangun” ucap Gati yang berdiri di belakang Ivan.
“Sudah berapa lama dia seperti ini?” tanya Ivan, dia mulai berjalan mendekati tempat tidur Ita.
“Hampir satu bulan dia terbaring di tempat tidur itu. Sekarang coba kau dengar lagu yang sedang di dengarkan Ita” ucap Gati sambil melepas satu headset itu dan memberikannya pada Ivan.
Ivan terkejut ketika mendengar lagu itu, lagu yang pernah dia ciptakan untuk Ita dulu. Dia tidak menyangka gadis itu masih menyimpan rekaman lagu itu. Kedua matanya menatap wajah Ita yang tertidur.
“Itulah yang membuat Ita bertahan selama ini. Itu yang dia lakukan bila sedang merindukanmu. Suaramu yang sangat dia rindu” ucap Gati.
Ivan yang masih merasa terkejut perlahan memegang tangan Ita, kedua matanya tak lepas dari wajah Ita. Terlihat masih ada kasih sayang yang dalam dari tatapan itu. Tiba-tiba tangan yang di pegang Ivan bergerak, Ita bangun dari tidurnya. Dan dia terkejut ketika ada seorang cowok duduk di sampinya sambil memegang tangannya.
“Tenang, Ta. Dia Ivan, orang yang selama ini kamu rindu” ucap Gati.
“Ivan? Kenapa bisa ada disini?” tanya Ita yang masih terkejut.
“Maaf, ya. Aku yang menelpon dia dan meminta dia untuk datang menjengukmu. Karena aku nggak tega melihat kamu seperti ini terus.”
“Kenapa kamu bisa sampai kayak gini? Kenapa kamu nggak menjaga kesehatanmu?” tanya Ivan yang masih tetap menatap wajah Ita.
“Itu bukan urusanmu” sahut Ita sambil melepaskan genggaman Ivan.
“Waktu itu kamu kan udah janji, bisa terima keputusanku untuk mengakhiri hubungan kita, dan berjanji akan baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang kamu kayak gini?”
Ita hanya diam dan memalingkan wajahnya dari Ivan. Sementara Ivan masih terus berbicara pada Ita. Gati yang melihat itu hanya berharap keadaan Ita akan membaik setelah bertemu Ivan. Dan ternyata benar, setelah berdebat cukup lama akhirnya Ita dan Ivan mulai akrab kembali. Wajah Ita yang tadinya pucat juga mulai berubah cerah. Pertemuan antara Ita dan Ivan terus berlangsung selama seminggu, dan selama itu keadaan Ita berangsur membaik. Suatu hari, Ita ingin pergi ke pantai bersama Ivan, dia ingin melihat sunset bersama orang yang di cintainya. Walaupun awalnya dokter, orang tua Ita, dan Ivan tidak setuju, tapi demi kesembuhan Ita, akhirnya mereka menyetujui permintaan Ita itu. Dan pergilah mereka berdua ke pantai untuk melihat sunset.
Di pantai itu, Ivan menyanyikan lagu yang baru di buatnya untuk Ita. Lagu yang liriknya adalah ciptaan Ita, dulu dia pernah meminta Ivan untuk menciptakan lagu dari lirik yang dibuatnya. Dan kini lagu itu telah selesai dan Ivan menyanyikannya secara langsung untuk Ita. Keadaan yang sangat romantis itu membuat Ita bahagia. Berkali-kali dia tersenyum dan tertawa saat bersama Ivan. Kebahagiaan yang entah akan bertahan sampai kapan.
“Aku bahagia banget hari ini, karena bisa pergi sama kamu, tertawa dan melihat sunset bersama kamu. Dan yang lebih membahagiakan, aku bisa mendengar lagu itu secara langsung” ucap Ita sambil memandang langit.
“Aku juga senang bisa jalan sama kamu. Makanya kamu harus cepat sembuh, nanti kita bisa jalan-jalan lagi” sahut Ivan.
“Iya. Rasanya aku nggak ingin ini berakhir, aku ingin terus bersama kamu. Bahagia seperti ini.”
Ivan hanya bisa tersenyum mendengar ucapan Ita. Lalu mencium kening Ita dengan lembut. Ita yang terkejut hanya bisa menatap Ivan, lalu tersenyum.
“Aku sayang kamu. Cepat sembuh, ya” ucap Ivan.
Air mata mengalir dari mata Ita. Suasana mengharukan itu terlihat sangat membahagiakan. Setelah itu mereka kembali ke rumah sakit karena Ita masih harus di rawat.
* * *
Sebuah kabar mengejutkan membuat Ivan dan Gati datang ke rumah sakit lebih pagi dari biasanya. Keadaan Ita yang belakangan ini mulai membaik, tiba-tiba drop. Semua dokter dan perawat sibuk mengatasi keadaan itu. Sedangkan Ivan, Gati dan keluarga Ita hanya bisa menunggu dan berdoa dari luar ruang ICU. Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya dokter membolehkan mereka untuk masuk ruangan itu dan melihat kondisi Ita yang sudah sadar. Wajah gadis itu semakin pucat dan tubuhnya dingin. Tapi dia masih tersenyum saat melihat keluarga dan dua orang yang berharga baginya itu masuk ke kamarnya.
“Kamu nggak apa-apa kan, sayang?” tanya orang tua Ita.
“Aku baik-baik aja kok, Bu” sahut Ita yang masih lemah.
“Ivan, aku mau mendengar kamu menyanyi. Tolong nyanyikan lagu itu sekarang. Aku mau dengar” ucap Ita dengan suara yang hampir seperti bisikan.
“Nanti saja, sekarang kamu istirahat dulu” sahut Ivan.
“Aku mau mendengarnya sekarang. Aku lelah, ingin istirahat. Aku ingin mendengar lagu itu untuk menemani tidurku.”
“Nyanyikan saja” ucap Ibu Ita.
Akhirnya Ivan menyanyikan lagu yang ingin di dengar Ita itu. Tangannya menggenggam tangan Ita yang dingin, Ita juga menggenggamnya dengan erat seperti tak mau lepas lagi. Perlahan matanya terpejam dan akirnya dia tertidur. Tapi bukan tidur biasa, karena monitor yang menunjukkan gerakan jantung Ita perlahan berhenti, hingga akhirnya sebuah garis muncul di monitor itu. Dan tak ada lagi pergerakan grafik detak jantung Ita. Ivan yang dari tadi menggenggam tangan Ita merasa tangan Ita perlahan melepas genggamannya.
Mereka terus memanggil Ita, tapi dia tidak juga membuka matanya. Dokter juga sudah mengatakan kalau Ita telah pergi untuk selamanya. Air mata seperti tak bisa berhenti mengalir dari mata keluarga, Gati dan Ivan. Mereka tidak menyangka, Ita yang mereka kira akan segera sembuh ternyata meninggalkan mereka secepat itu.
Begitu juga Ivan, dia tidak mengira kalau lagu yang dia nyanyikan itu adalah lagu terakhir untuk Ita. Sebelum wajah Ita di tutupi kain putih, Ivan mencium kening gadis yang pernah di cintainya itu dengan lembut.
“Selamat jalan, sayang. Maafkan aku yang telah membuatmu seperti ini. Semoga kau tenang disana.”
SUmber
Sebuah Kisah Mengharukan : Selamat Tinggal Ayah
13end | Senin, April 16, 2012 |
kisah
Baca postingan ini sumpah saya jadi nangis (Korban tabrak xenia):

Ayah
terimakasih telah mengajakku ke Monas
aku belum pernah lihat Monas
senang sekali hatiku diajak ayah melihat Monas
Pagi itu aku digendong ibu
kita jalan bersama ayah, nenek dan bibi
pagi yang indah
cuaca pun cerah
kita berjalan bersama menuju Monas

Kita semua bahagia
jarang sekali kita bisa jalan-jalan seperti ini
ayah sibuk mencari nafkah
aku sudah lama rindu ayah

Ayah
tiba-tiba kita lihat mobil hitam itu
melayang dari depan
menggelinding menimpa kakak-kakak itu
lalu menimpa kita semua
aku pun terpental
terlepas dari pelukan ibu

Ayah
maafkan aku mendahuluimu
aku masih sangat ingin bersamamu
ingin bermain denganmu
ingin berlama-lama dalam pelukanmu
tapi Allah lebih menyayangiku
Allah menginginkanku pulang…

Ayah
terimakasih sudah berusaha keras menyelamatkanku
terimakasih sudah mencoba memberiku minum
terimakasih sudah memelukku dan menciumku
aku sayang ayah sampai kapanpun
Ayah
kita akan berjumpa kembali di alam yang jauh lebih baik daripada alam dunia

Mereka Memperkosaku Seperti ini! ( Renungkanlah )
13end | Selasa, April 10, 2012 |
kisah
Artikel ini ditujukan untuk setiap muslim yang masih memiliki darah mengalir di nadinya

Nadia adalah salah satu korban tentara Amerika di penjara Abu Ghraib. Dia ditangkap tanpa alasan. Ketika dia dibebaskan dari penjara, tidak langsung kembali ke pangkuan keluarganya sebagaimana kebanyakan tahanan lainnya yang telah mengalami hal buruk, meskipun ketika dia telah terbakar oleh api penindasan dan kerinduan pada keluarganya.
Nadia kabur dengan segera setelah dia meninggalkan penjara, bukan karena perasaan malu yang akan diterimanya karena sejumlah kejahatan yang dilakukannya, akan tetapi karena apa yang telah dialami olehnya dan wanita Iraq lain yang tertangkap, yaitu pemerkosaan dan penyiksaan yang dilakukan oleh tentara Amerika di penjara Abu Ghraib. Dinding penjara mengungkapkan banyak cerita tragis, namun apa yang dikisahkan Nadia merupakan kebenaran hidup dan sekaligus neraka hidup.
Nadia memulai ceritanya:
“Aku sedang mengunjungi salah seorang kerabatku, kemudian tiba-tiba tentara Amerika memasuki rumahnya dan mulai menggeledah rumah itu. Mereka menemukan beberapa senjata ringan. Maka merekapun menangkap semua orang yang berada di rumah itu termasuk aku. Aku mencoba menjelaskan pada penerjemah yang menyertai patroli Amerika bahwa aku hanyalah seorang pengunjung. Akan tetapi pembelaanku gagal. Aku kemudian menangis, memohon pada mereka, sampai hilang kesadaran karena takut ketika mereka membawaku ke penjara Abu Ghraib.
Nadia melanjutkan: “mereka menempatkanku sendirian di sebuah sel penjara yang gelap dan kotor. Aku berharap aku akan segera dibebaskan, utamanya setelah penyelidikan terbukti aku tidak melakukan kejahatan”.
Nadia menjelaskan sambil air matanya mengalir ke pipinya, sebuah pertanda betapa banyak dia telah mengalami penderitaan.
“Hari pertama sangat menyusahkan. Selnya berbau tidak sedap, lembab dan gelap, kondisi ini membuatku semakin lama semakin takut. Suara tertawa prajurit di luar sel semakin membuatku ketakutan. Aku khawatir akan apa yang menimpaku nanti. Untuk pertama kalinya aku merasa berada dalam cengkraman situasi yang sulit dan aku telah memasuki sebuah dunia yang tidak dikenal yang aku tidak akan pernah keluar darinya.
Ditengah beraneka ragamnya perasaanku saat itu, aku mendengar suara seorang tentara wanita Amerika berbicara dalam bahasa Arab. Dia berkata kepadaku: “Aku tidak mengira penjual senjata di Iraq adalah wanita.” Ketika aku mulai mencoba menjelaskan kepadanya kondisi yang sebenarnya, dia memukulku dengan kejam. Aku menangis dan berteriak “Demi Allah ! aku dianiaya, demi Allah ! aku dianiya”
Tentara wanita itu menghujaniku dengan cacian dengan cara yang belum pernah aku bayangkan bisa terjadi atau aku akan diperlakukan seperti itu dalam keadaan apapun selamanya. Kemudian dia mulai menertawakanku sambil mengatakan bahwa dia telah memonitorku sepanjang hari dengan satelit, dan bahwa mereka mampu melacak musuh-musuh mereka meskipun sedang berada di dalam kamar tidur mereka sendiri dengan teknologi Amerika.
Kemudian dia tertawa dan berkata,”Aku mengawasimu ketika kamu bercinta dengan suamimu.” Aku menjawab dengan suara kebingungan “Tapi aku belum menikah”.
Dia memukuliku selama lebih dari 1 jam dan dia memaksaku minum segelas air, yang kemudian kuketahui mereka memberi obat di air itu. Aku mendapatkan kembali kesadaranku setelah 2 hari dalam keadaan telanjang. Segera aku tahu jika aku telah kehilangan sesuatu yang hukum apapun di dunia tidak akan mampu mengembalikannya kepadaku lagi. Aku telah diperkosa. Aku kemudian histeris tak terkontrol, dan aku mulai memukulkan kepalaku dengan keras ke tembok sampai lebih dari lima tentara Amerika yang dikepalai tentara wanita itu memasuki sel dan mulai memukuliku, kemudian mereka memperkosaku bergantian sambil tertawa-tawa dan menperdengarkan musik dengan keras.
Hari demi hari skenario pemerkosaan terhadapku diulangi. Dan setiap hari mereka menemukan cara baru yang lebih kejam dibanding dengan yang sebelum-sebelumnya.”
Nadia mulai menjelaskan perbuatan mengerikan dari Amerika bajingan:
“Setelah sekitar satu bulan, seorang tentara negro memasuki selku dan melemparkan 2 potong pakaian militer Amerika kepadaku. Dalam bahasa Arab yang lemah dia mengatakan agar aku memakainya. Setelah dia menutup kepalaku dengan kantong hitam, dia menuntunku ke toilet umum yang ada pipa untuk air dingin dan panas, dan dia memintaku untuk mandi. Kemudian dia menutup pintu dan pergi.
Aku menjadi sangat lelah dan merasakan kesakitan, tanpa mempedulikan banyaknya memar di tubuhku aku menuangkang sejumlah air ke badanku. Sebelum aku selesai mandi, tentara negro tadi masuk ke dalam. Aku ketakutan dan memukul wajahnya dengan mangkok air. Namun dia sangat kuat, dia memperkosaku dengan kejam dan meludahi mukaku, kemudian dia pergi dan kembali lagi dengan 2 tentara yang membawaku kembali ke sel.
Perlakuan seperti itu terus berlanjut, yang paling parah kadang aku diperkosa sampai 10 kali dalam sehari, membuat kesehatanku sangat buruk.”
Nadia berlanjut mengungkapkan perbuatan Amerika yang mengerikan terhadap wanita-wanita Iraq, dia berkata
“Setelah lebih dari 4 bulan, seorang tentara wanita datang, dan aku menyimpulkan dari percakapannya dengan tentara lainnya jika namanya adalah Mary. Dia berkata kepadaku “sekarang kamu memiliki kesempatan emas, karena seorang petugas yang memiliki posisi tinggi akan mengunjungi kita hari ini. Jika kamu menghadapinya dengan sikap yang positif kamu akan dibebaskan, terutama karena kami sekarang yakin kamu tidak bersalah.”
Aku menjawab,”Jika kalian yakin aku tidak bersalah, mengapa kalian tidak membebaskan aku?”
Dia menjerit dengan gelisah,”Satu-satunya yang menjamin terbebasnya kamu adalah sikap positifmu terhadap mereka.”
Dia membawaku ke toilet umum, dan dia mengawasiku mandi sambil membawa tongkat tebal untuk memukulku jika aku tidak melakukan perintahnya. Kemudian, dia memberiku make up, dan memperigatkanku untuk tidak menangis dan merusak make up ku. Lalu dia membawaku ke sebuah ruangan kosong yang di situ tidak ada apapun kecuali sebuah penutup lantai. Setelah satu jam dia datang dengan ditemani 4 tentara dengan memegang kamera. Dia melepas bajunya dan mulai menggangguku seoalah-olah dia adalah seorang lelaki. Tentara lainnya tertawa dan memperdengarkan musik yang ribut, mengambil photoku dalam berbagai pose, dan mereka menunjuk-nunjuk wajahku. Yang wanita menyuruhku tersenyum, jika tidak dia akan membunuhku. Dia mengambil pistol dari salah satu temannya dan menembakkan empat peluru di dekat kepalaku seraya bersumpah bahwa peluru yang kelima akan ditembakkan tepat di kepalaku.
Setelah itu, keempat tentara lainnya memperkosaku secara bergantian sampai aku kehilangan kesadaranku. Ketika kesadaranku pulih aku menemukan diriku di sel dengan bekas-bekas gigitan, kuku dan rokok ada di sekujur tubuhku.”
Nadia berhenti bercerita tentang tragedi yang menimpanya untuk menyeka air matanya, kemudian dia melanjutkan lagi: “Kemudian suatu hari Mary datang dan mengatakan kepadaku bahwa aku kooperatif dan akan dibebaskan setelah aku menonton film yang mereka rekam. Aku merasa sakit setelah menonton filmnya, dan Mary mengatakan,”Kamu telah diciptakan hanya untuk membuat kami bersenang-senang”. Saat itu aku menjadi sangat marah dan aku menyerangnya meskipun aku takut akan reaksinya, aku akan membunuhnya kalau saja tentara lain tidak turut campur. Ketika para tentara melepaskanku, Mary menghujaniku dengan pukulan, kemudian mereka meninggalkanku.
Setelah kejadian itu, tidak ada seorangpun yang menggangguku selama lebih dari satu bulan. Aku menghabiskan masa itu dengan beribadah dan berdoa pada Allah Ta’ala yang memiliki seluruh kekuatan untuk menolongku.
Mary datang dengan beberapa tentara yang memberiku pakaian yang kukenakan ketika mereka menangkapku dan membawaku ke sebuah mobil Amerika. Kemudian mereka melemparkanku di sebuah jalan raya setelah memberiku 10.000 dinar Iraq.
Aku pergi ke sebuah rumah yang berdekatan dengan tempat aku dibuang, dan untuk mengetahui reaksi keluargaku, aku memilih mengunjungi salah seorang kerabatku supaya mereka mengetahui apa yang telah menimpaku ketika menghilang. Aku mengetahui bahwa saudaraku telah memasang papan tanda duka untukku selama lebih dari 4 bulan, mereka menganggapku sebagai orang yang sudah mati.
Aku memahami jika tikaman malu sudah menungguku. Maka, aku pergi ke Baghdad dan menemukan sebuah keluarga yang baik yang menampungku, dan aku bekerja pada keluarga ini sebagai pembantu dan guru privat bagi anak-anaknya.
Nadia terheran dalam kesakitan, penyesalan dan kemarahan:
“Siapa yang akan memuaskan dahagaku? Siapa yang akan mengembalikan keperawananku? Apa salah keluarga dan familiku? Aku mengandung seorang bayi, bahkan akupun tidak tahu siapa ayahnya.”
Dan Nadia mengakhiri ceritanya sampai di sini.
Apakah Amerika hanya memperkosa Nadia ataukah mereka memperkosa seluruh pria dan wanita di Ummat Islam ? Nadia adalah saya dan anda, istrimu dan juga istriku, saudarimu dan juga saudariku, ibumu serta ibuku. Dimanakah para pembela kesucian Islam! Dimanakah para pembela Islam!
“Mungkin masih banyak kisah menyesakan dada, bagi kita ummat Islam. Mungkin masih ada Nadia-Nadia lain di dalam penjara penuh penjaga babi dan kera berbangsa Amerika. Dimanakah kalian, jikalau kalian tidak tersentuh dengan cerita saudari kita, marahkah kalian dengan perlakuan manusia-manusia yang lebih kotor dari binatang ternajis sekalipun, bahkan mungkin mereka menjadi yang paling hina di Dunia dan Akhirat. Bangunlah wahai ummat!! Tidur kalian sudah terlalu lelap!!”(sumber)
READ MORE

Nadia adalah salah satu korban tentara Amerika di penjara Abu Ghraib. Dia ditangkap tanpa alasan. Ketika dia dibebaskan dari penjara, tidak langsung kembali ke pangkuan keluarganya sebagaimana kebanyakan tahanan lainnya yang telah mengalami hal buruk, meskipun ketika dia telah terbakar oleh api penindasan dan kerinduan pada keluarganya.
Nadia kabur dengan segera setelah dia meninggalkan penjara, bukan karena perasaan malu yang akan diterimanya karena sejumlah kejahatan yang dilakukannya, akan tetapi karena apa yang telah dialami olehnya dan wanita Iraq lain yang tertangkap, yaitu pemerkosaan dan penyiksaan yang dilakukan oleh tentara Amerika di penjara Abu Ghraib. Dinding penjara mengungkapkan banyak cerita tragis, namun apa yang dikisahkan Nadia merupakan kebenaran hidup dan sekaligus neraka hidup.
Nadia memulai ceritanya:
“Aku sedang mengunjungi salah seorang kerabatku, kemudian tiba-tiba tentara Amerika memasuki rumahnya dan mulai menggeledah rumah itu. Mereka menemukan beberapa senjata ringan. Maka merekapun menangkap semua orang yang berada di rumah itu termasuk aku. Aku mencoba menjelaskan pada penerjemah yang menyertai patroli Amerika bahwa aku hanyalah seorang pengunjung. Akan tetapi pembelaanku gagal. Aku kemudian menangis, memohon pada mereka, sampai hilang kesadaran karena takut ketika mereka membawaku ke penjara Abu Ghraib.
Nadia melanjutkan: “mereka menempatkanku sendirian di sebuah sel penjara yang gelap dan kotor. Aku berharap aku akan segera dibebaskan, utamanya setelah penyelidikan terbukti aku tidak melakukan kejahatan”.
Nadia menjelaskan sambil air matanya mengalir ke pipinya, sebuah pertanda betapa banyak dia telah mengalami penderitaan.
“Hari pertama sangat menyusahkan. Selnya berbau tidak sedap, lembab dan gelap, kondisi ini membuatku semakin lama semakin takut. Suara tertawa prajurit di luar sel semakin membuatku ketakutan. Aku khawatir akan apa yang menimpaku nanti. Untuk pertama kalinya aku merasa berada dalam cengkraman situasi yang sulit dan aku telah memasuki sebuah dunia yang tidak dikenal yang aku tidak akan pernah keluar darinya.
Ditengah beraneka ragamnya perasaanku saat itu, aku mendengar suara seorang tentara wanita Amerika berbicara dalam bahasa Arab. Dia berkata kepadaku: “Aku tidak mengira penjual senjata di Iraq adalah wanita.” Ketika aku mulai mencoba menjelaskan kepadanya kondisi yang sebenarnya, dia memukulku dengan kejam. Aku menangis dan berteriak “Demi Allah ! aku dianiaya, demi Allah ! aku dianiya”
Tentara wanita itu menghujaniku dengan cacian dengan cara yang belum pernah aku bayangkan bisa terjadi atau aku akan diperlakukan seperti itu dalam keadaan apapun selamanya. Kemudian dia mulai menertawakanku sambil mengatakan bahwa dia telah memonitorku sepanjang hari dengan satelit, dan bahwa mereka mampu melacak musuh-musuh mereka meskipun sedang berada di dalam kamar tidur mereka sendiri dengan teknologi Amerika.
Kemudian dia tertawa dan berkata,”Aku mengawasimu ketika kamu bercinta dengan suamimu.” Aku menjawab dengan suara kebingungan “Tapi aku belum menikah”.
Dia memukuliku selama lebih dari 1 jam dan dia memaksaku minum segelas air, yang kemudian kuketahui mereka memberi obat di air itu. Aku mendapatkan kembali kesadaranku setelah 2 hari dalam keadaan telanjang. Segera aku tahu jika aku telah kehilangan sesuatu yang hukum apapun di dunia tidak akan mampu mengembalikannya kepadaku lagi. Aku telah diperkosa. Aku kemudian histeris tak terkontrol, dan aku mulai memukulkan kepalaku dengan keras ke tembok sampai lebih dari lima tentara Amerika yang dikepalai tentara wanita itu memasuki sel dan mulai memukuliku, kemudian mereka memperkosaku bergantian sambil tertawa-tawa dan menperdengarkan musik dengan keras.
Hari demi hari skenario pemerkosaan terhadapku diulangi. Dan setiap hari mereka menemukan cara baru yang lebih kejam dibanding dengan yang sebelum-sebelumnya.”
Nadia mulai menjelaskan perbuatan mengerikan dari Amerika bajingan:
“Setelah sekitar satu bulan, seorang tentara negro memasuki selku dan melemparkan 2 potong pakaian militer Amerika kepadaku. Dalam bahasa Arab yang lemah dia mengatakan agar aku memakainya. Setelah dia menutup kepalaku dengan kantong hitam, dia menuntunku ke toilet umum yang ada pipa untuk air dingin dan panas, dan dia memintaku untuk mandi. Kemudian dia menutup pintu dan pergi.
Aku menjadi sangat lelah dan merasakan kesakitan, tanpa mempedulikan banyaknya memar di tubuhku aku menuangkang sejumlah air ke badanku. Sebelum aku selesai mandi, tentara negro tadi masuk ke dalam. Aku ketakutan dan memukul wajahnya dengan mangkok air. Namun dia sangat kuat, dia memperkosaku dengan kejam dan meludahi mukaku, kemudian dia pergi dan kembali lagi dengan 2 tentara yang membawaku kembali ke sel.
Perlakuan seperti itu terus berlanjut, yang paling parah kadang aku diperkosa sampai 10 kali dalam sehari, membuat kesehatanku sangat buruk.”
Nadia berlanjut mengungkapkan perbuatan Amerika yang mengerikan terhadap wanita-wanita Iraq, dia berkata
“Setelah lebih dari 4 bulan, seorang tentara wanita datang, dan aku menyimpulkan dari percakapannya dengan tentara lainnya jika namanya adalah Mary. Dia berkata kepadaku “sekarang kamu memiliki kesempatan emas, karena seorang petugas yang memiliki posisi tinggi akan mengunjungi kita hari ini. Jika kamu menghadapinya dengan sikap yang positif kamu akan dibebaskan, terutama karena kami sekarang yakin kamu tidak bersalah.”
Aku menjawab,”Jika kalian yakin aku tidak bersalah, mengapa kalian tidak membebaskan aku?”
Dia menjerit dengan gelisah,”Satu-satunya yang menjamin terbebasnya kamu adalah sikap positifmu terhadap mereka.”
Dia membawaku ke toilet umum, dan dia mengawasiku mandi sambil membawa tongkat tebal untuk memukulku jika aku tidak melakukan perintahnya. Kemudian, dia memberiku make up, dan memperigatkanku untuk tidak menangis dan merusak make up ku. Lalu dia membawaku ke sebuah ruangan kosong yang di situ tidak ada apapun kecuali sebuah penutup lantai. Setelah satu jam dia datang dengan ditemani 4 tentara dengan memegang kamera. Dia melepas bajunya dan mulai menggangguku seoalah-olah dia adalah seorang lelaki. Tentara lainnya tertawa dan memperdengarkan musik yang ribut, mengambil photoku dalam berbagai pose, dan mereka menunjuk-nunjuk wajahku. Yang wanita menyuruhku tersenyum, jika tidak dia akan membunuhku. Dia mengambil pistol dari salah satu temannya dan menembakkan empat peluru di dekat kepalaku seraya bersumpah bahwa peluru yang kelima akan ditembakkan tepat di kepalaku.
Setelah itu, keempat tentara lainnya memperkosaku secara bergantian sampai aku kehilangan kesadaranku. Ketika kesadaranku pulih aku menemukan diriku di sel dengan bekas-bekas gigitan, kuku dan rokok ada di sekujur tubuhku.”
Nadia berhenti bercerita tentang tragedi yang menimpanya untuk menyeka air matanya, kemudian dia melanjutkan lagi: “Kemudian suatu hari Mary datang dan mengatakan kepadaku bahwa aku kooperatif dan akan dibebaskan setelah aku menonton film yang mereka rekam. Aku merasa sakit setelah menonton filmnya, dan Mary mengatakan,”Kamu telah diciptakan hanya untuk membuat kami bersenang-senang”. Saat itu aku menjadi sangat marah dan aku menyerangnya meskipun aku takut akan reaksinya, aku akan membunuhnya kalau saja tentara lain tidak turut campur. Ketika para tentara melepaskanku, Mary menghujaniku dengan pukulan, kemudian mereka meninggalkanku.
Setelah kejadian itu, tidak ada seorangpun yang menggangguku selama lebih dari satu bulan. Aku menghabiskan masa itu dengan beribadah dan berdoa pada Allah Ta’ala yang memiliki seluruh kekuatan untuk menolongku.
Mary datang dengan beberapa tentara yang memberiku pakaian yang kukenakan ketika mereka menangkapku dan membawaku ke sebuah mobil Amerika. Kemudian mereka melemparkanku di sebuah jalan raya setelah memberiku 10.000 dinar Iraq.
Aku pergi ke sebuah rumah yang berdekatan dengan tempat aku dibuang, dan untuk mengetahui reaksi keluargaku, aku memilih mengunjungi salah seorang kerabatku supaya mereka mengetahui apa yang telah menimpaku ketika menghilang. Aku mengetahui bahwa saudaraku telah memasang papan tanda duka untukku selama lebih dari 4 bulan, mereka menganggapku sebagai orang yang sudah mati.
Aku memahami jika tikaman malu sudah menungguku. Maka, aku pergi ke Baghdad dan menemukan sebuah keluarga yang baik yang menampungku, dan aku bekerja pada keluarga ini sebagai pembantu dan guru privat bagi anak-anaknya.
Nadia terheran dalam kesakitan, penyesalan dan kemarahan:
“Siapa yang akan memuaskan dahagaku? Siapa yang akan mengembalikan keperawananku? Apa salah keluarga dan familiku? Aku mengandung seorang bayi, bahkan akupun tidak tahu siapa ayahnya.”
Dan Nadia mengakhiri ceritanya sampai di sini.
Apakah Amerika hanya memperkosa Nadia ataukah mereka memperkosa seluruh pria dan wanita di Ummat Islam ? Nadia adalah saya dan anda, istrimu dan juga istriku, saudarimu dan juga saudariku, ibumu serta ibuku. Dimanakah para pembela kesucian Islam! Dimanakah para pembela Islam!
“Mungkin masih banyak kisah menyesakan dada, bagi kita ummat Islam. Mungkin masih ada Nadia-Nadia lain di dalam penjara penuh penjaga babi dan kera berbangsa Amerika. Dimanakah kalian, jikalau kalian tidak tersentuh dengan cerita saudari kita, marahkah kalian dengan perlakuan manusia-manusia yang lebih kotor dari binatang ternajis sekalipun, bahkan mungkin mereka menjadi yang paling hina di Dunia dan Akhirat. Bangunlah wahai ummat!! Tidur kalian sudah terlalu lelap!!”(sumber)
Diceritakan bahwa kedua mafia ini diberikan tugas oleh Bos-nya dimana tugas mereka untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang ada di dalam amplop. Dan amplop tersebut diletakkan di locker sebuah hotel, bagaimana pembagian tugas tersebut? yuk... kita lihat sama-sama dibawah ini.



Wah... pinter juga tuh yang lari duluan, ngambil tugas yang "enak" hahahaa\
READ MORE



Wah... pinter juga tuh yang lari duluan, ngambil tugas yang "enak" hahahaa\
Renungan : Tulisan Kebaikan di Atas Batu
13end | Senin, April 09, 2012 |
kisah
Ini sebuah kisa tentang 2 orng sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar dan salah seorang menampar temannya.
Orang yang kena tampar merasa sakit hati,tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir: "Hari ini, sahabat terbaikku menampar pipiku. "
Mereka terus berjalan sampai pada akhirnya mereka menemukan sebuah oasis. Mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tanpar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, tapi dia berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia siuman dia menulis di sebuah batu: "Hari ini, sahabat terbaikku menyelamatkan nyawaku."
orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya "Kenapa setelah saya melukai hatimu,kau menulisnya di atas pasir dan sekarang menuliskan ini di batu?".
Sambil tersenyum temannya menjawab, "Ketika seorang melukai kita,kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan itu.
Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar takkan pernah hilang tertiup angin."
Sumber
Aku Hanya Ingin Mencintai, Bukan Melukai
13end | Selasa, April 03, 2012 |
kisah
Mencinta adalah mengambil risiko tak dicintai kembali. Mencintai tanpa harus memiliki? Aku rasa hanya ada dalam dongeng. Setiap cinta, sedikit atau banyak, akan meminta kembali, meskipun hanya berupa senyuman bahwa dia cukup bahagia disajikan cinta walaupun tak punya cinta untuk membalas.
Mencintai diam-diam adalah sebuah keharusan menyiapkan diri mendapat balasan cinta diam-diam pula, atau penolakan diam-diam juga.
Semua orang hanya ingin mencintai dan dicintai. Namun mana yang harus didahulukan? Mencintai atau dicintai. Beberapa orang mencintai dan berharap dicintai, beberapa lainnya hanya akan mencintai jika ia dicintai terlebih dahulu. Ada persamaan hasil antara kedua hal tersebut, luka.
Pengharapan selalu berbanding lurus dengan kemungkinan kekecewaan yang didapat. Semakin kamu berharap, maka semakin besar kemungkinan kamu akan kecewa.
Mencinta seperti menggenggam seekor burung. Jika kamu menggenggamnya terlalu erat, maka akan mati. Namun jika menggenggamnya terlalu longgar, dia akan pergi. Jika kamu melakukan salah satu dari kedua hal tersebut, tetap hasil akhirnya adalah luka. Di hatimu, atau hatinya.
Pilih mana? Aku selalu benci pilihan, tapi lebih benci lagi jika tidak punya pilihan sama sekali. Ada kalanya ketika kamu hanya ingin mencintai, kamu hanya berakhir dengan melukai.
Aku lebih baik dilukai, karena ketika kamu dilukai kamu selalu punya objek untuk disalahkan, dimaki-maki. Apa bedanya dengan melukai? Melukai orang lain, apalagi orang yang kamu sayang, hanya menyisakan dirimu sendiri untuk disalahkan. Selamanya, kamu hanya bisa menyalahkan diri sendiri.
photo: ludomanxD
“Kamu hanya bisa melihat dirimu hancur di depan bayanganmu sendiri.“–
Aku hanya ingin mencintai, bukan melukai.
KISAH NYATA MENGHARUKAN, TIDURI AKU IBU !!!
Jund Tertunduk | Kamis, Maret 29, 2012 |
kisah
Sebagai seorang wanita yang cantik, Dina memiliki hampir segala yang diimpikan kaum wanita. Parasnya ayu, manies dan selalu enak dipandang. Bentuk hidung, mata, alis, bulu mata hingga ke garis pipi yang tertata indah bak bulu perindu diatas bintang timur diwaktu senja. Posturnya tubuhnya sangat ideal untuk seorang wanita. Kulitnya yang putih dan jenis rambutnya yang panjang hitam bergelombang menambah nilai keaggunannya. Kemolekan lekuk tubuhnya menyebabkan ia sering disebut wanita terseksi.
Dina, seorang wanita karir pada salah satu perusahaan swasta besar di Ibukota, termasuk wanita yang cerdas. Ditunjang pendidikan formalnya yang merupakan alumni Pasca Sarjana Komunikasi Universitas ternama.
Loyalitas terhadap perusahaan tidak diragukan lagi, sehingga menjadikan dirinya sebagai salah satu ’maskot’ pegawai diperusahaannya. Tak heran bila karirnya bagai ’rising’ star. belum sepuluh tahun bekerja, dia sudah menduduki jabatan penting, setingkat Department Head (Kepala Bagian). Dikenal dekat dengan bawahan. Suppel dan mampu berkomunikasi dengan baik dengan jajaran pimpinan. Tipikal Dina selalu menjadi bahan pembicaraan dikalangan pegawai, gunjingan hingga tentu saja ’fitnah’ dari orang-orang yang tidak menyukainya. Apalagi ketika terdengar kabar bahwa dia akan dipromosikan menjadi salah satu deputy kepala divisi.
’ah…paling dengan keseksiannya’ kata mereka yang tidak suka.
—oooOooo—
”Ibu mau kemana….?” tanya Fitri, puteri bungsunya
”Ibu mau berangkat ke kantor nak…” jawab Dina, sambil merapihkan pakaiannya
”Kok masih gelap bu….bareng ayah gak bu…?” tanya Fitri lagi dengan bahasa anak yang agak cadel
”Ayah khan belum pulang nak. Masih di Bandung…” jawab dina, tanpa memalingkan wajah dari cermin hiasnya
Jam masih menunjukkan pk. 04.25 pagi. Hari masih gelap. Anak-anaknya masih terlelap, kecuali Fitri yang terbangun karena mendengar suara peralatan riasnya.
”Aku tidak boleh terlambat…aku harus tiba sebelum Bos dan Klienku datang..” pikir Dina dalam hati
”Bu, aku masih mau tidur….” kata Fitri
”Iyya nak….”
.Dina mencium kening anak puteri satu-satunya itu. Dengan penuh kasih sayang dipeluknya erat sambil berkata pelan, ”Nanti sekolah sama si Mbok ya….sarapan disekolah juga gak apa-apa kok…Ibu harus berangkat pagi-pagi…”
”Ah, Ibu…kemarin sudah pegi pagi…kemarinnya lagi pagi, sekarang pagi lagi…” keluh Fitri, dengan menggeleng-gelengkan kepalanya
”Fitri, Ibu bekerja juga untuk Fitri. Untuk sekolah Fitri dan Adit…..untuk membelikan Fitri rumah-rumahan dan masak-masakan…” jawab Dina pelan
”Tapi Ibu selalu pulang malam. Fitri gak pernah tidur bareng Ibu. Makan sama si Mbok…sekolah juga sama si Mbok….” keluh Fitri lagi sambil menggulingkan tubuhnya.
”Fitri, Ibu mau berangkat…..kamu berangkat sama si Mbok ya…!” seru Dina dengan sedikit keras dan wajah agak memerah.
Dina segera keluar kamar. Dia memang tidur bersama anak puterinya yang masih berusia tiga tahun. Ketika akan membuka pintu kamar, Dina menyempatkan diri melihat raut wajahnya dicermin.
Terlihat jelas rona merah diwajahnya. Warna kulitnya yang putih menambah kejelasan ’rona merahnya’. Dina menghela nafas panjang, kemarahan sesaat telah merubah tutur bahasanya. Sudah merubah pula paras ayunya…
”Huh…Fitri selalu membuat aku marah….Fitri sering memperlambat jalanku ke kantor…” keluhnya sambil mengusap keringat didahinya.
”Ah sudah pk. 04.45…aku bisa terlambat …”
Dina mempercepat langkahnya. Sampai diteras rumah keraguan muncul dihatinya….Dia belum sempat bicara dengan Adit, anak sulungnya…
”Ah dia khan sudah tujuh tahun. Sudah lebih besar. Dia pasti ngerti lah…”
—oooOooo—
Presentasi mengenai pengembangan perusahaan, khususnya bidang komunikasi, kemitraan dan pemasaran yang dipaparkan Dina memdapatkan sambutan luar biasa dari Stake Holder (Pemegang Saham, Komisaris, Jajaran Direksi dan Mitra Kerja). Sambutan itu ditandai dengan tepuk tangan meriah sambil berdiri dan ucapan selamat yang seolah tak putus.
Senyum sumringah tersembul dari wajah Dina. Perasaan puas memenuhi rongga hatinya. Dia menghela nafas panjang. Memejamkan mata sesaat….”Akhirnya aku berhasil….”
Untung aku bisa mempersiapkan diri dengan baik. Untung juga aku tiba lebih awal sehingga bisa mengkondisikan semuanya…….
”Dina selamat ya….tidak sia-sia kami menempatkan kamu sebagai Dept Head Promosi & Kemitraan…..” kata seorang Direksi sambil menjabat erat tangan Dina.
Jabatan tangan yang terasa ’lain’. Terasa ada getaran ’hangat’ yang menjalar melalui jari-jari terus hingga pangkal tangan, dan meluncur deras dihati. Jantung berdegup kencang…entah perasaan apa itu. Yang jelas perasaan itu membuatnya pikirannya ’kacau’, hatinya diliputi oleh suatu misteri..entah misteri apa
”Dina, kerja kamu luar biasa…..masih muda, cantik, jenius….tak salah jika Perusahaan memberimu posisi tsb…..” kata seorang Komisaris
Pujian komisaris menambah kencang degup jantungnya…seolah darah berhenti mengalir. Seolah kaki sulit untuk digerakkan. Dengan menghirup nafas pelan, Dina membalas pujian tsb
”Terima kasih Pak..terima kasih…semua berkat bantuan dan bimbingan Bapak…”
”Berapa usiamu sekarang… adakah 40…?” tanya Komisaris itu lagi
Dina tersipu malu…..rona merah kembali menghiasi wajahnya….
”Saya baru 34…. Pak…” jawab Dina sambil tertunduk malu
”Wow…Surprise…kita memiliki calon direksi termuda. Cantik, jenius dan ber-visi…semoga kamu sukses ya….”
Dina terkesima. Tak percaya. Calon direksi….? ah, gak mungkin… aku salah dengar….
—oooOooo—
Minggu, pk. 04.00 Dina terbangun.
Ohhhhh….lelah pikiran dan badannya membuatnya agak sedikit malas untuk bangun. Namun undangan stake holder untuk sekedar minum kopi pagi di Kafe Padang Golf mengharuskan dia untuk segera bergegas…..
”Ah….ngantuknya…..”
Dina kembali merahkan badannya….rasanya dia ingin meliburkan diri bersama anak-anaknya….terutama Fitri yang kemarin membuatnya sedikit marah….
Tapi…undangan Direksi dan Komisaris adalah sebuah ’Perintah’…laksana titah Raja yang harus dijalankan, meskipun hanya ajakan sambil lalu…
”Ahhhh…..”
Dina mulai menyiapkan diri. Mandi pagi dan sedikit bersolek….tampil agak cantik dan…hmmmm..seksi dikit rasanya tidak apa-apa. Toh akan bersantai bersama orang-orang penting ’penguasa’ kantor….’apalagi bila….bila ada yg tertarik padaku…’ pikirnya..
’ah pikiran ngelantur…..’ pikirnya lagi
”Ibuuuu….Tolong tiduri aku Bu….” seru Adit sambil berjalan pelan dan membawa bantal guling yang sarung entah kemana
”Adiiit….?” tanyanya heran
”Adiit….” seru Dina kembali. Heran, tidak biasanya Adit bangun pagi dan pindah ke kamarnya.
”Ibuuu…tolong tiduri aku bu…semalam aku gak bisa tidur…aku kepikiran Ayah….aku ingin bermain bersama Ayah….”
”Adit. Hari ini Ibu masuk kantor….Ibu akan bertemu Bos di kantor…” jawab Dina
”Ibuuu…tolong tiduri aku…aku ngantuk …pengen tidur bareng Ibu…” pinta Adit, kemudian merebahkan kepalanya di pangkuan Dina, Ibundanya…
Dina terdiam. Hatinya semakin membuncah….perasaan malas memenuhi undangan Direksi kembali muncul….tapi motivasi untuk memperlihatkan loyalitas demikian tinggi…dus, dia sudah berdandan seksi.
Diusap-usap perlahan kepala Adit. Rambutnya yang sedikit ikal bergelombang mirip seperti rambutnya. Bentuk wajahnya yang agak oval dan halus merujuk pada ayahnya…
”ahhh..aku jadi ingat Mas Darman. Wajah Adit mirip ayahnya….semalam dia memberi kabar kalau Meeting di bandung diperpanjang karena banyak Klien baru yang ikut datang….” bathin Dina dalam hati….seketika ia merasa bersalah dengan suaminya.
”Adiiit, Ibu harus pergi sayang…..Ibu harus masuk kantor…..”
”Tapi buu…” Adit tidak bisa meneruskan kalimatnya, karena Dina mengangkat kakinya perlahan, sehingga kepala Adit berpindah ke bagian pinggir tempat tidur.
Dina meneruskan riasannya dimuka cermin yang ada di sisi kanan tempat tidurnya. Bibirnya diolesi lipstick tipis warna merah muda, sesuai dengan pakaian yang dikenakannya. Pakaian terbaik yang dimilikinya, hadiah Ulang Tahun dari Mas Darman suami tercinta.
”Mas Darman pasti akan silau bila melihat aku sekarang. Pasti akan memujiku ’Cantiiik’..hehehe…sayang dandananku saat ini untuk orang lain….”
”Huk..huk..huk..” suara batuk kecil beriak keluar dari mulut Adit
”Adiit, kamu batuk. Jajan apa kamu kemarin” tanya Dina sambil terus memainkan penghalus bedak dipipinya
”Huk..huk..huk..” suara itu kembali terdengar
“Mboookkk….tolong ambilkan air putih hangat. Adit batuk nih” teriak Dina dari dalam kamarnya
Tepat pk. 05.00 Dina meluncur menuju Kafe Padang Golf. Perjalanan akan memakan waktu 30 menit. Cukuplah. Karena pertemuan dan sarapan kopi pagi baru akan dimulai pk. 06.00. Tapi biasanya banyak yang sudah datang dengan perlengkapan stick golf, termasuk pemilihan ’caddy’ pendamping permainan golfnya nanti.
—oooOooo—
Dina sangat menikmati suasana Kopi Paginya. Dia begitu cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tidak ada lagi perasaan canggung, malu dan minder bercengkerama dengan jajaran Direksi, Komisaris dan Pimpinan Unit Mitra Kerja. Apalagi dalam acara yang dikemas secara informal ini. Seolah ia sudah menjadi bagian dari mereka. Jajaran elit perusahaan.
”Penuhi jiwa ini dengan satu rindu…rindu untuk mendapatkan rahmat-Mu…meski tak layak ku harap debu Cinta-MU” ringtone HP Dina berbunyi….
”Maaf Pak,,,,,,,” Dina tak sanggup meneruskan kata-katanya untuk meminta ijin mengangkat Hpnya
”Silakan ..silakan….ini suasana santai kok” jawab salah seorang Direksi
”Permisi Pak”
”Meski begitu ku akan bersimpuh… Penuhi jiwa ini dengan satu rindu…rindu untuk mendapatkan rahmat-Mu….” ringtone itu terus berbunyi…
Ditempat yang agak jauh dari kerumunan orang Dina mengangkat Hpnya…
”Hallo….” sapanya
”Bu…kamu ada dimana sekarang….?” tanya suara disana dengan lembut
”Sedang bersama Direksi dan komisaris di kantor.. Yahas…” jawab Dina
Ohhh,…ternyata dari mas Darman, suaminya. Dina terbiasa memanggilnya Ayah, menyesuaikan diri dengan panggilan anak-anaknya
”Loch emangnya masuk… ?” tanya Mas Darman lagi
”Iyya Yah…”
”kapan pulangnya…Adit sakit di rumah kata si Mbok…”
”nanti siang…..atau mungkin juga sore…”
”Yaa sudah…biar Ayah saja yang pulang segera”
—oooOooo—
Pk. 15.30 Dina kembali kerumahnya. Sarapan Kopi Pagi di kafe Padang Golf ternyata diteruskan dengan acara ramah tamah dan meeting informal dengan Mitra Kerja dan Klien. Beberapa Kontrak Kerja ’deal’ setengah kamar dalam ramah tamah itu. Dina baru mengetahui kalau banyak ’deal’ ’deal’ kontrak kerja yang putus di Kafe, Padang Golf serta jamuan makan. Mungkin karena lebih santai dan informal….pikirnya, sehingga lebih mudah untuk bicara dari hati ke hati
Tiba di ujung jalan pemukiman, Dina melihat banyak orang berduyun menuju satu rumah dengan membawa nampan, rantang dan gelas-gelas kecil.
”Ada apa ini…?” tanya Dina dalam hati
Ada bendera kuning terikat di atas tiang listrik tepi jalan…
”Ohh ada yang meninggal….”
Dina mempercepat langkahnya. Ia juga ingin melayat. Ia tak ingin juga tertinggal dalam urusan sosial di lingkungannya….
Tak berapa lama Dina tersentak. Kakinya kaku tak bisa digerakkan….dia melihat banyak orang berkerumun dipekarangan rumahnya. Kebanyakan ibu-ibu dan wanita yang mengenakan pakaian berwarna gelap dan berkerudung. Bapak-bapak ada di ruang tengah…
”ohh…apakah…apakah…..”
”Tidaaaakkkkkkkkk”
Dina mencoba untuk berlari. Namun kakinya semakin sulit bergerak.
Air mata Dina deras mengalir ketiak ia melihat seorang bapak berpeci hitam dan berpakaian muslim putih sedang melantunkan ayat-ayat Qur’an. Dari suaranya tersendat terlihat jelas bahwa Bapak itu menahan tangis. Kadang sesegukan sesekali menghambat laju bacaan Qur’annya..
”Mas Darman…..Ayahhhhhh” seru Dina setengah berteriak
“Ayah siapa yang meninggal Yah….?” tanya Dina kepada Bapak yang sedang mengaji tadi
”Ayah..siapa yah….?” tanyanya lagi
Bapak tadi tidak menjawab. Telunjuk jarinya mengisyaratkan bahwa Dina bisa membuka kain kafan yang belum tertutup
Dengan sedikit merangkak, Dina berjalan tersendat, dan membuka kain kafan penutup wajah si mayit.
”Yaa Allah…Aadiiitttt” Dina langsung memeluk tubuh jenazah itu
”Maafkan Ibu Nak….maafkan Ibu nak…….” teriak Dina keras, membuat seisi rumah menoleh kepadanya. Bahkan beberapa orang yang berada di luar juga berlari kearah rumah
”Adddiiiiittttt….Sini nak…Ibu akan tiduri kamu…Ibu akan tidur bersamamu Nak…..”
”Addiiittttt bangun nak..Ibu sudah pulang…Ibu sudah pulang nak….”
”Ibu ingin tidur bersama mu….”
Dina meraung keras seperti anak kecil yang kehilangan orang tuanya….air matanya mengalir deras. Tak kuasa menahan sedih. Rasanya ingin sekali ia menggoyang-goyangkan tubuh kaku itu agar kembali bergerak….namun Mas Darman segera merangkulnya. Memeluknya. Dan mencium keningnya…
”Bu….ini salah kita..salah Ayah….Ayah terlalu sering meninggalkan keluarga..”
”Bukan Yah…ini salah Ibu…tadi pagi Adit minta ditemani tidur, tapi Ibu tolak…”
”Ya sudahlah…ini salah kita semua. Adit terkena paru-paru basah akut. Dan terlambat ditolong…..”
—oooOooo—
Anak, isteri, suami dan keluarga adalah perhiasan dunia. Perhiasan yang paling indah adalah istri yang sholeh (Amar’atush-Sholihah), suami yang adil (’imamun ’adilun) dan anak-anak yang mendoakan orang tuanya (awaladdun sholihin yad’ulah)
Salam ukhuwah elha
http://www.dikutip.com/2011/04/kisah-nyata-yang-mengharukan-tiduri-aku.html
Jangan Lupa Di Like Ya Gan